Kemasan pesan soal Menteri dituduh korupsi
Hamka Yandhu, mantan angota DPR yang diduga terlibat dalam kasus korupsi aliran dana BI untuk anggota DPR, sempat menyebut beberapa mantan anggota Komisi IX DPR yang menerima dana tersebut termasuk 2 Menteri yang saat ini menjabat sebagai anggota Kabinet Indonesia Bersatu.
Untuk dugaan ini, Presiden mengatakan “Saya tetap mengikuti dan memantau proses pengadilan aliran dana BI. Harapan saya, dua menteri itu tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Saya tahu yang bersangkutan sudah dimintai keterangan oleh KPK. Berilah keterangan. Dengan demikian, proses hukum akan komprehensif. Pada saatnya akan ada akhir dari proses hukum aliran dana BI,” dalam jumpa pers (tgl 4 Ag) tentang masalah ini (Kompas, 5 Ag 08).
Lalu dilanjutkan dengan ”… Pada posisi sekarang ini, menyangkut apa yang disampaikan Hamka Yandhu, tentu belum atau tidak pada posisi bagi saya untuk memberhentikan sementara kedua pejabat itu,” ujar Presiden.
Mengemas pesan itu gampang-gampang susah. Rasanya gampang. Tapi jika harus membangun persepsi yang diinginkan, maka perlu kecermatan.
Pesan di atas jelas untuk tujuan menghormati presumption of innocence, asas praduga tak bersalah. Tetapi dalam konteks korupsi yang sedang keras diberitakan media, sorotan kritis masyarakat terhadap pejabat negara, dan ekspektasi publik terhadap respon Presiden tentang dugaan terhadap dua menterinya, maka pesan tersebut memberi kesan lebih kuat ‘tidakberdaya’ membuat keputusan, bukan menghormati asas praduga tak bersalah.
Seharusnya pesan itu bisa lebih ringkas dan kuat, misalnya saja “… Saya menghormati asas praduga tak bersalah terhadap ke dua pejabat tersebut, karena itu saya tidak memberhentikan mereka sampai pengadilan menetapkan mereka sebagai terdakwa (atau membuktikan mereka terbukti bersalah),” Malah, ungkapan ‘tidak dalam posisi’ itu baunya lebih bahasa Inggris …”I am not in position…”, bukan bahasa Indonesia. Bukankah dia Presiden yang mengangkat dan memberhentikan menterinya? Tapi … wassalam.
Untuk dugaan ini, Presiden mengatakan “Saya tetap mengikuti dan memantau proses pengadilan aliran dana BI. Harapan saya, dua menteri itu tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Saya tahu yang bersangkutan sudah dimintai keterangan oleh KPK. Berilah keterangan. Dengan demikian, proses hukum akan komprehensif. Pada saatnya akan ada akhir dari proses hukum aliran dana BI,” dalam jumpa pers (tgl 4 Ag) tentang masalah ini (Kompas, 5 Ag 08).
Lalu dilanjutkan dengan ”… Pada posisi sekarang ini, menyangkut apa yang disampaikan Hamka Yandhu, tentu belum atau tidak pada posisi bagi saya untuk memberhentikan sementara kedua pejabat itu,” ujar Presiden.
Mengemas pesan itu gampang-gampang susah. Rasanya gampang. Tapi jika harus membangun persepsi yang diinginkan, maka perlu kecermatan.
Pesan di atas jelas untuk tujuan menghormati presumption of innocence, asas praduga tak bersalah. Tetapi dalam konteks korupsi yang sedang keras diberitakan media, sorotan kritis masyarakat terhadap pejabat negara, dan ekspektasi publik terhadap respon Presiden tentang dugaan terhadap dua menterinya, maka pesan tersebut memberi kesan lebih kuat ‘tidakberdaya’ membuat keputusan, bukan menghormati asas praduga tak bersalah.
Seharusnya pesan itu bisa lebih ringkas dan kuat, misalnya saja “… Saya menghormati asas praduga tak bersalah terhadap ke dua pejabat tersebut, karena itu saya tidak memberhentikan mereka sampai pengadilan menetapkan mereka sebagai terdakwa (atau membuktikan mereka terbukti bersalah),” Malah, ungkapan ‘tidak dalam posisi’ itu baunya lebih bahasa Inggris …”I am not in position…”, bukan bahasa Indonesia. Bukankah dia Presiden yang mengangkat dan memberhentikan menterinya? Tapi … wassalam.
Comments