Kejujuran media
Kamis malam (21/8), sekitar jam 21:30, seorang wartawan Indopos menelpon saya. Dia meminta konfirmasi saya tentang “berita” yang mengatakan Astro Malaysia mengadukan Grup Lippo ke polisi.
Ketika dia bertanya “Bagaimana tanggapan Bapak?”
Saya tanggapi dengan pertanyaan “Anda dapat infomasi dari siapa?”
“Polisi,” kata wartawan tersebut.
Saya tanggapi lagi “Kalau begitu Anda cek saja sama polisinya, karena saya tidak tahu soal itu,”
Hari Jumat (22/8), saya kaget karena Indopos menurunkan berita dan menyantumkan nama saya di alinea 2. Berita tersebut berbunyi;
“…Vice Presiden Corporate Affairs Direct Vision mengakui pihaknya melaporkan ke polisi. “Sumbernya siapa? Selengkapnya tanya polisi saja,” katanya tadi malam. Dia tidak mau membeberkan laporannya.”
Dia maksudkan saya tidak bersedia membeberkan laporan saya…
Judul berita tersebut “Astro Polisikan Lippo”. Alinea pertama berbunyi;
Kisruh antara Grup Lippo dan Astro Malaysia di PT Direct Vision berbuntut ke polisi. Operator televisi berbayar Astro Nusantara yang sebelumnya dipermasalahkan DPR dan KPPU terkait monopoli Liga Inggris itu terancam bubar karena kepemilikan pemegang saham.”
Menanggapi kesalahan pemberitaan yang sangat mendasar seperti ini, saya tidakperlu pusing karena nalar berita tidak nyambung. Kalau ini dilabrak, bakal jadi menang kagak kondang, kalah malu-maluin, kata arek Suroboyo.
Kesalahan seperti ini bukan pertama dan bukan yang terakhir. Siapa pun pernah dan bakal bisa mengalami kecelakaan pemberitaan seperti ini. Lanjutan berita tersebut bahkan lebih parah dan lebih banyak kesalahan. Saya tidak paham apakah ini kesalahan atau sengaja menulis dengan data dan informasi yang salah. Tetapi ada kecenderungan wartawan sering ceroboh menangkap informasi, menyimpan data, dan mengembangkan menjadi berita.
Untuk mengatasi situasi tersebut, saya menerapkan trik-trik berdasarkan pengalaman saya sebagai wartawan. Salah satunya, saya tidak menyelesaikan membaca berita setelah alinea tersebut karena ternyata berita tersebut memang perlu diabaikan.
Bagi praktisi PR, tidak perlu resah dengan pemberitaan seperti itu. Para konsultan PR juga bisa memberikan saran kepada klien dengan lebih bijaksana tentang kualitas dan kredibilitas media. Saya lalu mengutip lagu; … angin lalu …
Ketika dia bertanya “Bagaimana tanggapan Bapak?”
Saya tanggapi dengan pertanyaan “Anda dapat infomasi dari siapa?”
“Polisi,” kata wartawan tersebut.
Saya tanggapi lagi “Kalau begitu Anda cek saja sama polisinya, karena saya tidak tahu soal itu,”
Hari Jumat (22/8), saya kaget karena Indopos menurunkan berita dan menyantumkan nama saya di alinea 2. Berita tersebut berbunyi;
“…Vice Presiden Corporate Affairs Direct Vision mengakui pihaknya melaporkan ke polisi. “Sumbernya siapa? Selengkapnya tanya polisi saja,” katanya tadi malam. Dia tidak mau membeberkan laporannya.”
Dia maksudkan saya tidak bersedia membeberkan laporan saya…
Judul berita tersebut “Astro Polisikan Lippo”. Alinea pertama berbunyi;
Kisruh antara Grup Lippo dan Astro Malaysia di PT Direct Vision berbuntut ke polisi. Operator televisi berbayar Astro Nusantara yang sebelumnya dipermasalahkan DPR dan KPPU terkait monopoli Liga Inggris itu terancam bubar karena kepemilikan pemegang saham.”
Menanggapi kesalahan pemberitaan yang sangat mendasar seperti ini, saya tidakperlu pusing karena nalar berita tidak nyambung. Kalau ini dilabrak, bakal jadi menang kagak kondang, kalah malu-maluin, kata arek Suroboyo.
Kesalahan seperti ini bukan pertama dan bukan yang terakhir. Siapa pun pernah dan bakal bisa mengalami kecelakaan pemberitaan seperti ini. Lanjutan berita tersebut bahkan lebih parah dan lebih banyak kesalahan. Saya tidak paham apakah ini kesalahan atau sengaja menulis dengan data dan informasi yang salah. Tetapi ada kecenderungan wartawan sering ceroboh menangkap informasi, menyimpan data, dan mengembangkan menjadi berita.
Untuk mengatasi situasi tersebut, saya menerapkan trik-trik berdasarkan pengalaman saya sebagai wartawan. Salah satunya, saya tidak menyelesaikan membaca berita setelah alinea tersebut karena ternyata berita tersebut memang perlu diabaikan.
Bagi praktisi PR, tidak perlu resah dengan pemberitaan seperti itu. Para konsultan PR juga bisa memberikan saran kepada klien dengan lebih bijaksana tentang kualitas dan kredibilitas media. Saya lalu mengutip lagu; … angin lalu …
Comments