Indonesia menghadapi propaganda

Sebuah pemerintahan yang berpihak kepada rakyat dan membangun fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dan menyejahterakan rakyat adalah wujud pemerintahan yang diidamkan. Tetapi bisa saja terjadi pemerintahan seperti itu berjalan dengan banyak gangguan kepentingan. Benar bahwa rakyat pasti banyak mendukung. Tetapi belajar dari apa yang terjadi pada Jacobo Arbenz, Presiden Guatemala 1951 – 1954, kepentingan, bahkan kepentingan swasta bisa menumbangkan pemerintahan yang didukung rakyat. Caranya adalah dengan melakukan propaganda yang mendiskreditkan, melakukan disinformasi bahkan memfitnah pemerintahan yang didukung rakyat. Arbenz adalah Presiden Guatemala populer yang terpilih tahun 1951 melalui proses demokratis dan memenangkan pemilihan dengan margin lebih dari 50%. Langkah utama yang dia lakukan adalah reformasi sosial warisan pendahulunya. Reformasi sosial waktu itu meliputi perluasan hak memilih bagi rakyat, legalisasi partai politik, mengijinkan debat publik, dan memberikan hak berorganisasi bagi buruh. Kebijakan paling penting pemerintahannya adalah reformasi agraria. Pemerintahan Arbenz memutuskan untuk melakukan Reformasi Agraria di mana lahan-lahan luas milik swasta yang tidak ditanami dialokasikan ulang untuk kepentingan umum. Kebijakan ini bertentangan dengan kepentingan perusahaan Amerika, United Food Company. Untuk melindungi investasi dan kepentingannya, UFC kemudain mencari cara mengagalkan kebijakan itu. Mereka membayar ahli Public Relations terkemuka, Edward Bernays, yang kemudian melakukan langkah-langah strategis komunikasi yang disebut dengan propaganda. Propaganda adalah langkah komunikasi masif yang menggunakan berbagai cara untuk memenangkan komunikasi publik dan mengubah perilaku kelompok sasaran sesuai tujuan propaganda. Propaganda menggunakan informasi bohong atau setengah benar, misleading information, informasi yang bias, atau dengan data-data historis yang dipilih untuk keuntungan misi mereka. Bernays pernah melakukan propaganda paling berhasil untuk kampanye merokok di kalangan perempuan Amerika pada akhir dekade 1920an. Kampanye merokok untuk perempuan waktu itu diberi judul Torches of Freedom, Obor kebebasan. Propaganda ini memasuki alam bawah sadar kelompok sasaran untuk mengendalikan emosi sampai kelompok sasaran ini melakukan tindakan sesuai dengan yang diinginkan para perancang propaganda. Bernays menerapkan strategi dengan mulai dari membangun opini dan masuk ke alam bawah sadar kelompok sasaran. Opini itu adalah bahwa Presiden Guatemala adalah seorang komunis! Isu ini dikembangkan untuk target sasaran lain yaitu pemerintah dan rakyat Amerika Serikat. Bagi pemerintah pada era itu, komunisme adalah sangat serius bagi AS. Sasarannya adalah pemerintah AS, media, dan rakyat AS. Propaganda ini berhasil memegaruhi media massa AS bahkan CIA. Termakan isu komunisme, CIA kemudian beroperasi dari negara tetangga Guatemala yaitu Honduras dan Elsalvador untuk membantu melakukan kudeta menggulingkan pemerintahan sah. Arbenz pun tumbang. Pasca tumbangya Arbenz, langkah berikutnya menjadi jelas; kebijakan reformasi agraria dibatalkan oleh pemerintah pengganti yang dijadikan pemerintahan boneka dan menjadi mitra propaganda dari awal. Di era teknologi informasi di Indonesia seperti sekarang dengan kekuatan media sosial, setiap orang bisa mengirim informasi tanpa filter. Setiap orang punya peluang membuat berita, isu, atau informasi dan dengan komando sederhana “viralkeen!” maka informasi itu menyebar tanpa batas geografis atau batas waktu. Pihak otoritas tidak memiliki posisi mewah mencegah isu atau informasi itu sebelum dibuat kecuali setelah informasi itu disebar dan masuk ke ranah publik. Informasi menjadi liar, membuka peluang misinformasi, disinformasi, kebohogan. Ujungnya adalah agenda yang diatur untuk disebar ke khalayak. Setiap hari warga bangsa mendapati isu hebih yang menggemparkan, misinformasi, disinformasi, bahkan fitnah dan pemutarbalikan fakta. Indonesia pada posisi rentan terhadap serangan propaganda. Dengan kepemilikan gadget yang melebihi jumlah penduduk, yaitu 133% (2019), dan kondisi geografis yang luas, negara kepulauan, berbagai suku, hubungan antaragama yang terus diuji dengan penggunaan agama untuk kepentingan sesaat, maka dibutuhkan kecermatan dan kerjasama institusi penegak hukum, institusi sosial dan peran warga negara yang luar biasa akrab untuk Indonesia mengawal negeri ini dari propaganda. Temuan tentang Saracen dan MCA adalah bagian dari kecanggihan otoritas Indonesia memantau dan mengawal jagad informasi. Tetapi itu tentu bukan akhir dari pengawalan. Belajar dari pengalaman Guatemala tentang peran media, kepentingan domestik, terutama kepentingan dengan mengatasnamakan agama, dan kepentingan negara asing maka tidak mustahil ada kepentingan-kepentingan yang terganggu ketika pemerintah menerapkan berbagai kebijakan yang berbeda dengan kebijakan yang lalu. Indonesia yang kini memasuki tahap sebagai salah satu kekuatan ekonomi baru di dunia, harus mempertahankan ritme dan tempo pembangunan bangsa. Memantau propaganda adalah sebagian dari hal penting yang perlu dilakukan untuk menjaga komunikasi negara dengan warganya. Negara perlu mengembangkan komunikasi utuh dengan warganya melalui langkah ibarat mercu suar komunikasi. Mercu suar komunikasi adalah komunikasi kuat pemerintah yang ditata dan dikelola dengan terencana dan rapi untuk membendung dan menandingi serangan propaganda. Mercu suar komunikasi diarahkan untuk mengalihkan perhatian warga bangsa dari isu-isu melalui hoax, hate speech, fitnah, misinformasi, disinformasi, pemutarbalikan fakta yang digelontorkan untuk menggerogoti semangat kebangsaan Indonesia. Indonesia harus menjaga diri, warga Indonesia harus berpartisipasi.

Comments

Popular Posts